Senin, 29 Oktober 2012

PENDIDIKAN KAREKATER PEMBERANTAS KORUPSI




Bahaya laten korupsi sudah merajai bumi pertiwi nan permai, berjuta rakyat menjadi imbas dari segelintir penguasa yang berkesadaran bengkok alias suka merampok, merampas, mencekik, bahkan menghisap hak-hak rakyatnya. Dari era Orde Lama, Orde Baru dan era reformasi korupsi masih menjadi penyakit yang hingga saat ini belum ditemukan obat penawar, angkanya tidak bisa ditekan bahkan semakin merajalela, apalagi untuk diberantas dan dihilangkan dari bumi pertiwi.
Virus utamanya belum ditemukan, masih diterka-terka apa sebab musababnya, sehingga virus ini bisa mengakar dengan kuat di bumi pertiwi. Jika disebabkan oleh minimnya kesadaran intelktual, kecintaan, wawasan kebangsaan, kesadaran hukum, toh pelakunya adalah para pakar, ilmuan, sampai tokoh yang berwawasan serta berintelejensi tinggi.
Memberantas korupsi bukan perkara mudah, ditambah lagi bagaimana para pemimpin bangsa yang tidak berkarakter. Rasa kecintaan, wawasan kebangsaan, kesadaran hukum yang mereka perlihatkan di depan publik hanyalah sandiwara belaka.
Ketika hukum tak mampu berbicara
Di Negara Indonesia, hukum adalah panglima tertinggi untuk mengawal dan menindak setiap tindakan kejahatan termasuk korupsi. Tapi lagi-lagi hukum justru telah membakar identitas dan nama baiknya oleh beberapa pegiat dari dalam tubuh sendiri. Kasus-kasus mafia peradilan, serta longgarnya hukuman yang dialamatkan kepada pelaku korupsi menambah hancur kredibilitas hukum di mata masyarakat, bahkan KPK yang digadang-gadang sebagai pemburu kasus yang paling disegani berikut dipercaya oleh hampir seluruh rakyat negara ini pun ikut terjangkit oleh penyakit korup yang terus membudaya dari aras yang satu hingga aras lain.  Fakta ini membuat rakyat terus melahirkan pertanyaan, dimana kita bisa menempatkan badan untuk bersandar?
Hukum telah lama tunduk oleh penguasa, hukum yang harusnya memberi efek jera kepada pelaku korup justru memberi ruang yang semakin lebar dan nyaman untuk para perampok uang negara. Hukum bahkan seolah-olah menjadi tempat bermainnya pegiat korupsi. Ini fakta, bukan cerita fiktif yang dinarasikan dalam dongeng-dongeng lama. Gayus Tambunan pelaku korupsi di wilayah pajak justru enak melenggang keluar di tengah ia sedang dalam jeratan hukum, Artalita tanpa sedikitpun rasa hormat kepada hukum dengan mambawa peralatan tidur layaknya hotel di dalam jeruji besi. Dua kasus ini hanyalah cipratan kecil yang cukup membuat kita kehilangan kepercayaan kepada lembaga peradilan di negeri garuda ini.
Negara ini sepertinya tidak lagi membutuhkan lembaga hukum, karena hukum senang menjebak rakyat kecil, menindas yang lemah, sebaliknya mereka malu-malu kepada penguasa, sopan santun kepada koruptor, bahkan mau bodoh-bodohi oleh para kleptokrat di negeri ini.
Berantas koruptor tak harus KPK
Pemberantasan korupsi merupakan tanggungjawab kita bersama, terutama para akadmisi, masyarakat dan kaum intelektual, hal ini diwakili oleh generasi penerus dan perguruan tinggi sebagai pencetak, pengkader, pembimbing, bagi generasi penerus (pelajar, pemuda dan mahasiswa). Perguruan tinggi harus bisa mentransformasikan pendidikan karakter ( model, metode dan kurikulum) yang pas untuk menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan karakter. Disamping itu peran masyarakat juga sangat penting dalam penginternalisasian nilai-nilai kearifan lokal, karena peran lingkungan sangat mempengaruhi karakter anak bangsa.
Pendidikan karakter yang perlu di implementasikan dilembaga pendidkan adalah karakater falsafa bangsa indonesia dan nilai-nilai moralitas. Empat pilar filosofi bangsa harus terinternalisasikan dengan baik. Keempat pilar tesebut adalah: Pancasilah, UUD 1945, NKRI dan Bineka Tunggal Ika. Nilai-nilai moralitas yang perlu ditanamkan adalah akhlakul karimah, budipekerti luhur.
Mahasiswa sebagai agen perubahan harus melakukan yang terbaik untuk bangsa. Harus berani mengatakan tidak dan siap memerangi para koruptor sejak dini. Harus menancapkan idealisme yang kokoh sebagi benteng dan pondsi memerangi korupsi. Melakukan segala hal dengan kecintaan baik itu dalam ranah Hubungan terhadap Allah, Alam, Manusia, hayati (interaksi kehidupan) dan Akhirat.
Hubungan dengan Tuhan adalah kita menempatkan diri kita sebagi hamba. Melakukan ibadah dengan sebaik-baik ibadah. Melakukan yang terbaik untuk alam Indonesia, sehingga bermanfaat untuk rakyat. Melakukan interaksi sosial yang terbaik ( mengauli sesama) dengan pergaulan dan intaksi yang terbaik.
jika itu bisa terinternalisasi dengan baik maka masyarakat indonesia akan terbebas dari budaya KORUPSI.

1 komentar: