Kemajuan suatu bangsa diukur dari seberapa maju pendidikan yang
telah dicapai. Konteks tersebaut sama halnya dengan mesin pendidikana yang
digelar di universitas atau perguruan tinggi, apakah telah melakukan pencerahan
terhadap mahasiswa/ peserta didiknya ataukah tidak. Yang jelas, sepanjang sejarah
pendidikan dilakukan, belum ada kemajuan yang luar biasa yang dapat
disumbangkan di negeri kita. Sehingga , sangat wajar jika Surat Edaran
Dikti. Seperti termuat dalam surat edaran, ketentuan itu berlaku bagi mahasiswa
yang akan lulus setelah Agustus 2012. Yang berisikan tentang seruan
membudayakan tulisan bagi setiap cipitas akademika baik strata satu (S1)
megister dan program doctoral. Bagi mahasiswa S-1, untuk lulus program sarjana
harus menghasilkan makalah yang terbit di jurnal ilmiah. Mahasiswa S-2
diharuskan menghasilkan makalah yang terbit di jurnal ilmiah nasional,
diutamakan yang terakreditasi Dikti. Adapun mahasiswa program doktor harus
telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.
Kebijakan ini
sangat penomenal mengapa tidak, karena banyak mengundang pro dan kontra. Baik
dikalangan dosen maupun dikalangan mahasiswa. Perubahan arah kebijakan Dilti
ini sangat menggangu dan tidak logis dan sangat memberatkan bagi civitas
akadeika baik dosen maupun mahasiswa itu komentas yang kontra dan berasumsi “
tulisan mahasiswa yang ribuan bahkan ratusan ribu siapa yang mau baca?” tulisan
yang sudah ada saja jarang yang baca. Sedangkan yang pro kebijakan ini sangat
menggugah, membangun dan menciptakan karakter ketajaman analisa lewat tulisan.
Apapun alasannya
kebijakan tetap kebijakan dan akan dipaksakan. Mau tidak mau harus mau. Tidak
ada toleransi itu yang tersirat dari pemaparan mendiknas. Kebijakan ini sangat
masuk akal dan sangat realistis mengingat ini merupakan ajakan dan serua kepada
budaya membangun karakter bangsa lewat tintah-tintah para intlektual, yang mana
tintah-tintah tersebut sudah mulai mengering, padahal menulis merupakan budaya
bangsa indonesia. Dua dekade yang lalu bangsa asia mengemis parak intlektual di
negeri ini tapi sekarang kebalikannya.
Kebijakan
tersebut patut didukung, dan direalisasikan. Akan tetapi pembuatan karya ilmiah
itu dilakukan bertahap dan bekalah. Dan jangan dipatok hanya dijurnal saja
tetapi mungkin bagi mahasiswa S1 bisa dengan karya ilmiah dengan mengikuti
PKM/LKTM, menulis di tabloit, koran kampus dan syukur-syukur bisa kemuat di
jurnal kampus. Bagi magister S2 solusinya bisa mengirim opini di koran-koran
lokal, regional, nasional, jurnal lokal dan kalau bisa tulisannya
terpublikaskan di jurnal nasional mengapa tidak. Doctoral sebuah keharusan
menulis di jurnal nasional dan internasional. Dengan membiasakan menulis di
media massa maka akan tercipta budaya menulis dikalangan civitas akademika.
Muammar Khadafie. M.Pd.I
Komunitas Pemuda Seneng Nulis KPSN
Mahasiswa twining program Psikologo Tarbiyah UMS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar