Senin, 29 Oktober 2012

Kebijakan Jahannam



Pemerintahan SBY - Budiyono mereka mengambil sebuah kebijakan yang sangat merugikan rakyat Indonesia, terutama rakyat miskin. Dengan dinaikkannya harga BBM bahan bakar minyak, akan sangat mempengaruhi harga sembako yang otomatis akan naik. Tidak hanya itu alat transportasi juga naik ini sangat memberatkan rakyat. kenaikan bahan bakar minyak telah ditetapkan per 1 april tahun 2012 sebesar 33,3%. alasan kenaikan BBM untuk menyelamatkan APBN dan demi mencapai keshatan dalam kegiatan perekonomian rakyat. tetapi yang jadi pertanyaannya adalah rakyat yang mana?
Padahal, negara Refublik Indonesia, merupakan salah satu negara yang terkaya akan sumber daya alamnya. setiap jengkal dari bumi pertiwi adalah kekayaan yang melimpah. indonesia sangat terkenal akan kekayaan alam terutama pada sektor minyak bumi, bayangkan jika dinegara timur tengah mereka menghasilkan minyak hanya dari perut bumi tetapi indonesia beda, minyak bisa dihasilakan dari atas dan bawah. indonesia merupakan salah satu penghasil kelapa sawit dan minyak bumi terbesar di dunia. seharusnya semuanya itu bisa di peruntukan untuk kesejahteraan rakyat, serta keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. karena kesejahteraan rakyat lebih utama.
Pemerintahan demoratis adalah pemerintahan ”Dari Rakyat, Oleh Rakyat Dan Untuk Rakyat”. bukankah suara rakyat adalah suata ”Tuhan”? aneh bin ajaib, pemerintah seola-olah tutup mata, telinga dan mata hatinya, mereka tidak mendengar jeritan  dan suara hati rakyatnya. jelas-jelas sebagian besar rakyat menolak kenaikan BBM. jika memang pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat mengapa kebijakan jahannam ini dipaksakan?. saat ini, pemerintah dan wakil rakyat yang seharusnya merakyat, saat ini sudah tidak lagi mencerminkan representasi keberpihakan kepada rakyat.
Kenaikkan BBM ini mendapat kecaman dari berbagai pihak, baik itu buruh, mahsiswa, petani sampai sopir angkot, terutama mahasiswa mereka melakukan perlawanan baik lewat media massa, elektronik maupun cetak. Karena  mahasiswa memiliki andil yang sangat setnifikan dalam perubahan social masyarakat, lebel yang melekat pada diri mahasiswa sebagai agen of change, iron stock dan social control. Tidak berhenti disitu mahasiwa melakukan aksi turun kejalan secara serentak di berbagai daerah untuk menetang KEBIJAKAN JAHANNAM, sebagai bentuk perlawanan. karena kebijakan ini merupakan neraka bagi semua kalangan terutama kaum fakir, serta akan Mematikan usaha kecil dan menengah. kebijakan anti rakyat miskin.
sudah seharusnya pemerintah mendengar jeritan, ratapan dan tintihan rakyat, rakyat dengan tegas menolak kenaikan bahan bakar minyak dengan sepenuh hati. Dewan perwakilan rakyat baik ditingkat daerah sampai ketingkat pusat harus satukan suara untuk menolak kebijakan jahanam ikebijakan yang sangat menyengsarakan rakyat miskin kibijakan yang merong-rong sendi kehidupan bangsa. yang paling ideal adalah menasionalisasi aset dan kekayaan indonesia.

PENDIDIKAN KAREKATER PEMBERANTAS KORUPSI




Bahaya laten korupsi sudah merajai bumi pertiwi nan permai, berjuta rakyat menjadi imbas dari segelintir penguasa yang berkesadaran bengkok alias suka merampok, merampas, mencekik, bahkan menghisap hak-hak rakyatnya. Dari era Orde Lama, Orde Baru dan era reformasi korupsi masih menjadi penyakit yang hingga saat ini belum ditemukan obat penawar, angkanya tidak bisa ditekan bahkan semakin merajalela, apalagi untuk diberantas dan dihilangkan dari bumi pertiwi.
Virus utamanya belum ditemukan, masih diterka-terka apa sebab musababnya, sehingga virus ini bisa mengakar dengan kuat di bumi pertiwi. Jika disebabkan oleh minimnya kesadaran intelktual, kecintaan, wawasan kebangsaan, kesadaran hukum, toh pelakunya adalah para pakar, ilmuan, sampai tokoh yang berwawasan serta berintelejensi tinggi.
Memberantas korupsi bukan perkara mudah, ditambah lagi bagaimana para pemimpin bangsa yang tidak berkarakter. Rasa kecintaan, wawasan kebangsaan, kesadaran hukum yang mereka perlihatkan di depan publik hanyalah sandiwara belaka.
Ketika hukum tak mampu berbicara
Di Negara Indonesia, hukum adalah panglima tertinggi untuk mengawal dan menindak setiap tindakan kejahatan termasuk korupsi. Tapi lagi-lagi hukum justru telah membakar identitas dan nama baiknya oleh beberapa pegiat dari dalam tubuh sendiri. Kasus-kasus mafia peradilan, serta longgarnya hukuman yang dialamatkan kepada pelaku korupsi menambah hancur kredibilitas hukum di mata masyarakat, bahkan KPK yang digadang-gadang sebagai pemburu kasus yang paling disegani berikut dipercaya oleh hampir seluruh rakyat negara ini pun ikut terjangkit oleh penyakit korup yang terus membudaya dari aras yang satu hingga aras lain.  Fakta ini membuat rakyat terus melahirkan pertanyaan, dimana kita bisa menempatkan badan untuk bersandar?
Hukum telah lama tunduk oleh penguasa, hukum yang harusnya memberi efek jera kepada pelaku korup justru memberi ruang yang semakin lebar dan nyaman untuk para perampok uang negara. Hukum bahkan seolah-olah menjadi tempat bermainnya pegiat korupsi. Ini fakta, bukan cerita fiktif yang dinarasikan dalam dongeng-dongeng lama. Gayus Tambunan pelaku korupsi di wilayah pajak justru enak melenggang keluar di tengah ia sedang dalam jeratan hukum, Artalita tanpa sedikitpun rasa hormat kepada hukum dengan mambawa peralatan tidur layaknya hotel di dalam jeruji besi. Dua kasus ini hanyalah cipratan kecil yang cukup membuat kita kehilangan kepercayaan kepada lembaga peradilan di negeri garuda ini.
Negara ini sepertinya tidak lagi membutuhkan lembaga hukum, karena hukum senang menjebak rakyat kecil, menindas yang lemah, sebaliknya mereka malu-malu kepada penguasa, sopan santun kepada koruptor, bahkan mau bodoh-bodohi oleh para kleptokrat di negeri ini.
Berantas koruptor tak harus KPK
Pemberantasan korupsi merupakan tanggungjawab kita bersama, terutama para akadmisi, masyarakat dan kaum intelektual, hal ini diwakili oleh generasi penerus dan perguruan tinggi sebagai pencetak, pengkader, pembimbing, bagi generasi penerus (pelajar, pemuda dan mahasiswa). Perguruan tinggi harus bisa mentransformasikan pendidikan karakter ( model, metode dan kurikulum) yang pas untuk menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan karakter. Disamping itu peran masyarakat juga sangat penting dalam penginternalisasian nilai-nilai kearifan lokal, karena peran lingkungan sangat mempengaruhi karakter anak bangsa.
Pendidikan karakter yang perlu di implementasikan dilembaga pendidkan adalah karakater falsafa bangsa indonesia dan nilai-nilai moralitas. Empat pilar filosofi bangsa harus terinternalisasikan dengan baik. Keempat pilar tesebut adalah: Pancasilah, UUD 1945, NKRI dan Bineka Tunggal Ika. Nilai-nilai moralitas yang perlu ditanamkan adalah akhlakul karimah, budipekerti luhur.
Mahasiswa sebagai agen perubahan harus melakukan yang terbaik untuk bangsa. Harus berani mengatakan tidak dan siap memerangi para koruptor sejak dini. Harus menancapkan idealisme yang kokoh sebagi benteng dan pondsi memerangi korupsi. Melakukan segala hal dengan kecintaan baik itu dalam ranah Hubungan terhadap Allah, Alam, Manusia, hayati (interaksi kehidupan) dan Akhirat.
Hubungan dengan Tuhan adalah kita menempatkan diri kita sebagi hamba. Melakukan ibadah dengan sebaik-baik ibadah. Melakukan yang terbaik untuk alam Indonesia, sehingga bermanfaat untuk rakyat. Melakukan interaksi sosial yang terbaik ( mengauli sesama) dengan pergaulan dan intaksi yang terbaik.
jika itu bisa terinternalisasi dengan baik maka masyarakat indonesia akan terbebas dari budaya KORUPSI.

MEMBUMIKAN BUDAYA YANG TELAH PUDAR





Kemajuan suatu bangsa diukur dari seberapa maju pendidikan yang telah dicapai. Konteks tersebaut sama halnya dengan mesin pendidikana yang digelar di universitas atau perguruan tinggi, apakah telah melakukan pencerahan terhadap mahasiswa/ peserta didiknya  ataukah tidak. Yang jelas, sepanjang sejarah pendidikan dilakukan, belum ada kemajuan yang luar biasa yang dapat disumbangkan di negeri kita. Sehingga , sangat wajar jika Surat Edaran Dikti. Seperti termuat dalam surat edaran, ketentuan itu berlaku bagi mahasiswa yang akan lulus setelah Agustus 2012. Yang berisikan tentang seruan membudayakan tulisan bagi setiap cipitas akademika baik strata satu (S1) megister dan program doctoral. Bagi mahasiswa S-1, untuk lulus program sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit di jurnal ilmiah. Mahasiswa S-2 diharuskan menghasilkan makalah yang terbit di jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti. Adapun mahasiswa program doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.
Kebijakan ini sangat penomenal mengapa tidak, karena banyak mengundang pro dan kontra. Baik dikalangan dosen maupun dikalangan mahasiswa. Perubahan arah kebijakan Dilti ini sangat menggangu dan tidak logis dan sangat memberatkan bagi civitas akadeika baik dosen maupun mahasiswa itu komentas yang kontra dan berasumsi “ tulisan mahasiswa yang ribuan bahkan ratusan ribu siapa yang mau baca?” tulisan yang sudah ada saja jarang yang baca. Sedangkan yang pro kebijakan ini sangat menggugah, membangun dan menciptakan karakter ketajaman analisa lewat tulisan.
Apapun alasannya kebijakan tetap kebijakan dan akan dipaksakan. Mau tidak mau harus mau. Tidak ada toleransi itu yang tersirat dari pemaparan mendiknas. Kebijakan ini sangat masuk akal dan sangat realistis mengingat ini merupakan ajakan dan serua kepada budaya membangun karakter bangsa lewat tintah-tintah para intlektual, yang mana tintah-tintah tersebut sudah mulai mengering, padahal menulis merupakan budaya bangsa indonesia. Dua dekade yang lalu bangsa asia mengemis parak intlektual di negeri ini tapi sekarang kebalikannya.
Kebijakan tersebut patut didukung, dan direalisasikan. Akan tetapi pembuatan karya ilmiah itu dilakukan bertahap dan bekalah. Dan jangan dipatok hanya dijurnal saja tetapi mungkin bagi mahasiswa S1 bisa dengan karya ilmiah dengan mengikuti PKM/LKTM, menulis di tabloit, koran kampus dan syukur-syukur bisa kemuat di jurnal kampus. Bagi magister S2 solusinya bisa mengirim opini di koran-koran lokal, regional, nasional, jurnal lokal dan kalau bisa tulisannya terpublikaskan di jurnal nasional mengapa tidak. Doctoral sebuah keharusan menulis di jurnal nasional dan internasional. Dengan membiasakan menulis di media massa maka akan tercipta budaya menulis dikalangan civitas akademika.


Muammar Khadafie. M.Pd.I
Komunitas Pemuda Seneng Nulis KPSN
Mahasiswa twining program Psikologo Tarbiyah UMS

CARA MEMBAUAT LATAR BELAKANG SKRIPSI

latar belakang Skripsi merupakan gambaran umum dari isi yang ini penulis capai, yang berisi tentang alasan pemilihan judul, gambaran awal tempat penelitian, dan lain-lain.

latar belakang yang ideal harus bisa menjawab beberapa pertanyaan seperti:
1. apa alasan anda memilih judul tersebut?
2. apa keistimewaan judul tersebut dengan judul2 yang lain?
3. bagaimana
contoh: jika dudul anda adalah internalisasi nilai-nilai akhlak
maka bagaimana penomena moralitas dan bagaiman kondisi ideal dari moralitas
4. untuk apa ?
dan mengapa?
contoh


INTERNALISASI NILAI-NILAI PAI MELALUI METODE PEMBIASAAN DI TINJAU DARI PERUBAHAN PRILAKU SISWA DI SMP MUHAMMADIYAH 8 SURAKARTA
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia, pendidikan (terutama Islam) dengan berbagai coraknya yang berorientasi memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis) tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih.
Adapun pengertian pendidikan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS mendefinisikan pendidikan sebagai ‘ usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengandalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara,’(Usulan Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Bermutu 2010-1015, 1).
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rasul dengan membawa misi yang sama yaitu mengEsakan Allah SWT (mentauhidkan Allah SWT). Untuk beribadah kepadaNya karena itulah tujuaan diciptakanya manusia dari Nabi Adam As sampai Nabi yang terakhir adalah membawa agama tauhid yaitu islam, dan disempurnakan oleh Rasul yang terakhir selain membawa misi ketauhidan sebagaimana firman Allah Q.S Az-zariyat
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanyalah ubtuk beribadah kepedaku “.  Tapi juga membawa misi moralitas (Akhlakul Karimah), sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya “ Sesungguhnya aku di utus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”. Beliau mendidik bangsa Arab Jahiliyah yang tidak punya adab menjadi manusia-manusia luhur yang berbudi pekerti yang baik serta mendidik umat manusia dengan pendidikan moral dengan mencontoh beliau.  Begitu pula yang dicita-citakan oleh pendiri muhammadiyah K.H Ahmad Dahlan telah meletakkan landasan dasar pendidikan yang harus dikembangkan, yaitu pendidikan akhlak, individu, dan sosial.Yang dimaksud :
1. Pendidikan akhlak adalah menanamkan sejak dini nilai-nilai keagamaan yang terpuji kedalam peserta didik yang terefleksikan dalam prilaku, sikap dan pemikiran dalam kehidupan sehari-hari.
 2. Pendidikan individual adalah pendidikan akal, yakni memberikan ransangan untuk berkembangnya potensi daya berpikirnya anak didk secara maksimal.
3. Adapun pendidikan sosial adalah menanamkan kepekaan sosial kepada peserta peserta didik terhadap persoalan-persoalan sosial yang menimpa sesama manusia tanpa membedakan suku, ras dan agama.
Jika hal ini dihubungkan dengan kecerdasan yang harus dikembangkan dalam diri peserta didik, maka tiga kecerdasan itulah yang harus diperhatikan, adapun tiga kecerdasan itu yaitu SQ (Spiritual Quotient), QI ( Intellectual Quotent ), dan EQ (Emational Quotient). Ketiganya bukan wilayah yang terpisah , melainkan satu kesatuan integral. Oleh karena itu untuk mencapai hasil pendidikan secara maksimal, terutama dalam menginternalisasikan nilai-nilai akhlak  kedalam jiwa peserta didik demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu memanusiakan manusia, sebagaimana yang dikatakan oleh Faulo Freire sebagamana yang dikutif oleh Moh. Shofan (26)” pendidikan merupakan ikhtiar untuk mengembalikan fungsi pendidikan sebagai alat untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan dan ketertindasan yang dialami oleh masyarakat baik dari soal kebodohan sampai ketertinggalan”. Untuk bisa memanusiakan manusia atau untuk bisa  menghargai dan menghormati orang lain diperlukan penanaman atau internalisasi nilai-nilai, terutama nilai akhlakul karimah (etika) karena menginternlisasikan nilai-nilai akhlak sangat berpengaru dalam peningkatan  SQ(Spiritual Quotient), QI(Intellectual Quotent), dan EQ (Emational Quotient) siswa.
Untuk menginternalisasikan nilai-nilai PAI memerlukan media, dan media yang penulis  gunakan dalam menginternalisasikan nilai-nilai PAI adalah melalui metode pembiasaan pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 8 Surakrta. Hal ini disebabkan, masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupannya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi canggih tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (Akhlak) yang mulia. Dunia modern saat ini, termasuk di Indonesia ditandai oleh gejala kemerosotan akhlak yang benar-benar berada para taraf yang mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Di sana sini banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, mengambil hak orang lain sesuka hati dan perbuatan-perbuatan biadab lainnya. Gejala kemerosotan akhlak tersebut, dewasa ini bukan saja menimpa kalangan dewasa, melainkan juga telah menimpa kalangan pelajar tunas-tunas muda, orang tua, ahli didik dan mereka yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial banyak mengeluhkan terhadap perilaku sebagian pelajar yang berperilaku nakal, keras kepala, mabuk-mabukan, tawuran, pesta obat-obatan terlarang, bergaya hidup seperti hipies di Eropa dan Amerika dan sebagainya.
Internaliasai nilai-nilai PAI melalui metode pembiasaan telah dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 8 surakarta yang menggunakan sistem full day school. Berdasarkan pengamatan peneliti, peran guru Agama Islam dalam membina peserta didik sangat intens dan baik dalam pembinaan akhlak siswa  SMP Muhammadiyah 8 menjadi SMP unggulan di Surakarta, khususnya dalam membina mental para siswa.  Hal ini bisa dilihat dari perilaku dan sopan santun siawa dalm kehidupan mereka sehari-hari serta minimnya pelanggaran yang dilakukan siswa sekolah mereka, bisa dihitung dengan jari paling banyak 8-10 siswa yang melanggar, pelangarannya seperti telat masuk dan telat melaksanakan shalat duhah.
 Maka penulisi tertarik untuk meneliti  INTERNALISASI NILAI-NILAI PAI MELALUI METODE PEMBIASAAN DI TINJAU DARI PERUBAHAN PRILAKU SISWA DI SMP MUHAMMADIYAH 8 SURAKARTA